Monday, October 9, 2017

Jalan-jalan di Brussels, Belgia




Setelah menghabiskan waktu lima hari di Belanda, kami melanjutkankan perjalanan kami ke Brussels, Belgia. Setelah bangun pagi, kami segera bersiap-siap, sarapan dan melunasi sewa penginapan kami pada Pak Warta. Kami berjalan kaki dengan menyeret koper kami ke perhentian trem. Perhentian di dekat Gorstraat, dekat rumah Pak Warta adalah perhentian terakhir, dan tujuan kami stasiun Central Amsterdam juga perhentian terakhir. Kami naik trem di sekitar 50 menit. Kami segera mencari jalur kereta internasional. Kami akan naik kereta IC internasional jam 08.52 yang sudah saya pesan di web Go Euro jauh hari sebelumnya di Indonesia. Kami bebas memilih gerbong dan tempat duduk yang kami mau asalkan di kelas 2. Keretanya sangat nyaman, walaupun kelas 2, joknya empuk dengan kain lapisan beludru yang halus. Waktu petugas memeriksa tiket, saya tunjukkan print out tiket dan petugas men-scan barcode-nya. 

Sayang sekali, kami tidak bisa online, simcard yang kami beli di Den Haag tidak berfungsi. Kereta pun tidak ada wifi. Kami manfaatkan waktu untuk beristirahat dan melihat-lihat pemandangan di luar kereta dan mengira-ngira dari model-model rumahnya, kami sudah di Belgia atau masih di Belanda. Jam 12.10 kami tiba di stasiun Bruxelles Central/Brussels Centraal. Kami keluar dari stasiun dan mengira-ngira arah hotel kami dengan melihat Google map yang sudah kami captured tadi malam di rumah Pak Warta. Jalanan keluar dari stasiun sangat tidak bersahabat bagi pelancong seperti kami. Jalannya berupa con block dari baru granit yang kasar sehingga koper kami sulit digeret dan terasa berat. Pelan-pelan dengan mengerahkan kekuatan kami berjalan menyusuri hotel-hotel, pertokoan, restoran menuju hotel kami. Jalanan sangat ramai dengan wisatawan, banyak juga yang bawa-bawa koper seperti kami. 

Kami cukup bingung mencari lokasi hotel karena kami tidak online, namun dari capured Google map memberi tahu bahwa kami hanya perlu berjalan kaki 10 menit ke hotel kami, hotel Matignon Grand Place, di Rue de la Bourse, dekat dengan Grand Place, pusat keramaian kota Brussels. Karena sudah waktunya makan siang, dan kami putuskan untuk mampir dulu ke restoran Mc Donald yang tampak di sebelah kanan kami. Kami masuk ke restoran dan bahagia sekali karena ternyata Free wifi dan sinyalnya kuat sekali. Kesempatan mengecek medsos kami, lalu menelepon Papa Syifa di Jakarta dan mencari hotel kami di google map. Ternyata hotel Matignon Grand Place sangat dekat, dengan restoran Mc Donald ini, hanya berjalan kaki 50 meter, diseberang jalan. Kami lega sekali. 


Saya sudah reservasi hotel ini sejak kami di Indonesia melalui Booking.com. Kami check in tepat jam 14.00. Hotel kami di lantai 2, liftnya sedang tidak berfungsi, sehingga kami harus naik tangga ke lantai 2. Untung ada petugas hotel yang membantu mengangkat koper kami yang berat. Hotel ini hemat energy, tangga dan lorongnya gelap, jadi kalau tamu mau lewat harus pencet dulu tombolnya lalu lampunya menyala dan otomatis mati dalam waktu beberapa menit. Hotelnya kelihatan cukup tua, desain ruangan dan furniturenya klasik. Kamarnya cukup nyaman dan dengan bed cover motif bunga-bunga. Saya cukup kaget, ternyata kamarnya dua lantai, ada mezaninnya. Di lantai 2 itu juga ada tempat tidur besar. Saya cek lagi bukti pemesanan yang saya print. Saya memang memesan satu kamar tapi ternyata yang double room. Saya akui saya memang kurang teliti waktu memesan, namun saya tidak menyesal karena kamar dengan double large beds ini termasuk murah. Sayang sekali wifi di kamar kami tidak terlalu bagus, bila ingin berinternet dengan cepat, kami harus turun ke lobby. Pemandangan dari jendela kamar kami adalah gedung Beuers atau disebut juga Bourse de Bruxelles yang merupakan Stock Exchange Building yang berarsitektur klasik. Sebelum saya tahu itu adalah Stock Exchange, saya kira itu semacam museum atau gedung kesenian. 

Setelah merasa kukup beristirahat, sekitar jam 5 sore, yang kelihatannya masih seperti jam 2 siang di Indonesia, kami keluar dari hotel. Kami bermaksud berjalan-jalan ke Grand Place yang hanya perlu berjalan kaki satu blok, atau sekitar 50 meter dari hotel Matignon. Di Grand Place orang-orang kelihatan sibuk mempersiapkan suatu acara. Di sekelilingnya dipasang tribun dengan kursi-kursi, ada satu sisi yang dipasang panggung. Di tengah-tengah nampak sekumpulan orang yang sedang berlatih menari. Lalu di beberapa tempat tampak polisi berjaga-jaga. Lalu tampak juga berseliweran orang-orang yang berpakaian kostum jaman dulu. Kami hanya berfoto-foto sebentar. Karena ramainya orang dan tribun-tribun serta panggung, agak sulit mengambil foto yang bagus di Grand Place.   


Grand Place adalah semacam alun-alun kota Brussels, berupa lapangan yang berlantaikan con block dari batu granit yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan klasik yang sangat indah. Salah satu sisi adalah bangunan hotel de Ville de Bruxelles yang juga berfungsi sebagai Bruxelles Town Hall atau Balai Kota Brussels, yang berasitektur gotik dengan menaranya yang menjulang. Di seberang Bruxelles Town Hall ada Musee de La Ville de Bruxelles, yaitu museum kota Brussels. Di sisi-sisinya yang lain berupa café dan restoran namun dengan desain gedung-gedung yang klasik nan menawan dengan aksen cat emas. 

Kami terus berjalan berkeliling melewati toko-toko dan café-café sampai akhirnya kami sampai di chatedral St. Michael yang berasitektur Gothic dengan dua menara di kiri kanannya. Di depan katedral ini terdapat taman dengan pohon-pohon namun rumput tetap tumbuh hijau dan subur di bawah. Saya agak heran juga kok rumputnya bisa tumbuh hijau dan hijau padahal pohon-pohonnya rindang. Biasanya rumput nggak mau tumbuh bila tidak terkena cahaya matahari. Banyak orang yang duduk-duduk santai di atas rumput di bawah pohon yang rindah tersebut, yang terasa sejuk karen matahari masih bersinar terik. Kami pun ikut duduk-duduk menikmati arsitektur katedral dan mengamati suasana di sekitar taman. Saya lihat tidak banyak mobil yang lewat, namun banyak pejalan kaki yang lalu lalang. Saya sangat salut dengan pengendara mobil yang sangat menghormati pejalan kaki. Bila ada pejalan kaki yang menyeberang, mereka otomatis berhenti mendahulukan pejalan kaki yang menyeberang. Trotoar sangat rapid an bersih, tidak ada sampah dan polusi sama sekali.  Kami mampir ke toko souvenir untuk berbelanja. Toko-toko souvenir di sini sangat menarik, saya terpesona dengan keindahan taplak-taplak meja dan bantal-bantal kursi serta hiasan dinding yang dipajang di etalasi toko. Kami mampir juga melihat-lihat etalase toko di Les Galleries Royale Saint Huber, yaitu deretan pertokoan dengan desain bangunan klasik nan indah. Di sini banyak toko-toko yang menjual coklat, boneka-boneka dengan desain interior yang sangat menarik dan cantik.  Jam 18.00 kami mampir membeli makanan untuk malam dan kembali ke hotel untuk beristirahat dan berniat untuk keluar lagi di malam hari. 










Sekitar satu jam kami beristirahat, dan saya mendengar suara-suara music dari luar. Saya melongok ke jendela dan saya lihat ada parade. Kami langsung berganti pakaian lagi dan keluar hotel menuju Grand Place. Ternyata di belakang gedung Bourse de Bruxelles, ada parade dari jalan Rue de Tabora menuju jalan Rue du Midi. Ternyata masyarakat Brussels sedang merayakan Ommegang Festival, di mana orang-orang Belgia berparade di sekitar Grand Place berpakaian seperti masyarakat Belgia abad 16, memperingati ketika raja Charles V pertama kali mengadakan pawai semacam ini di tahun 1549. Ada yang berpakaian seperti anggota kerajaan, bangsawan, ada yang seperti prajurit dan perwira dengan pedang dan tombaknya serta kuda-kudanya, ada yang seperti petani, dan lain-lain. Parade tersebut berakhir di Grand Place. Kostum mereka berwarna-warni dan kelihatan sangat mewah. Jelas sekali bahwa mereka mempersiapkan kostum mereka dengan sungguh-sungguh. Peserta parade ini sangat banyak, saya yakin ratusan orang. 




Setelah peserta parade  terakhir lewat, kami berjalan menuju ke Grand Place, ingin melihat acara puncak, namun jalan ke Grand Place ditutup dan ada banyak sekali orang. Lalu kami menunggu di belakang gedung Brussels Town Hall melihat peserta parade yang masuk ke Grand Place di jalan Rue de L’Amigo, di depan hotel Amigo. Tak disangka seorang pemuda Indonesia yang menyapa kami. Katanya ia mendengar orang berbahasa Indonesia dan tergerak untuk menyapa. Rupanya ia bekerja di sebuah restoran di pinggiran Belgia yang dekat perbatasan, Prancis. Ia ada urusan ke kantor imigrasi. Tak sengaja juga ia datang ke Grand Place dan melihat parade ini. Cukup lama kami mengobrol dan saya bertanya-tanya tentang Paris. Saya bertanya tentang tiket kereta saya yang harus berpindah kereta di Paris, dari stasiun Paris Nord ke Paris Gare Lyon. Ia menyarankan kami untuk naik Metro dan mengatakan bahwa waktu kami sangat singkat bila tiba di Paris Nord jam 18.23 dan naik kereta lagi di Paris Gare Lyin jam 19.11. Ia memperingatkan kami untuk bergegas. Dari dia juga saya tahu bahwa kereta ke Paris bukan dari stasiun Bruxelles Central, tapi dari stasiun Bruxelles Midi/Bruxelles Zeud. 

Keesokan harinya, hari Kamis, kami berjanji bertemu teman saya orang Indonesia, Desty yang sedang berlibur ke Prancis, di kota kecil Ronchin, yang dekat dengan perbatasan Prancis-Belgia. Desty berjanji menjemput saya ke hotel dan mengajak saya jalan-jalan di Brussels. Jam 8.00 pagi waktu kami sedang sarapan, Desty sudah datang menjemput kami bersama temannya. Sarapan di hotel ini  berupa buffet dengan bermacam-macam roti dan bermacam-macam keju. 

Kami memutuskan jalan-jalan di tempat-tempat yang dekat yang bisa dicapai dengan berjalan kaki dari Grand Place, karena jam 16.00 saya sudah harus naik kereta lagi menuju Geneva, Switzerland. Tujuan pertama kami adalah ke Palais de Bruxelles, yaitu istana raja Belgia. Kami berjalan sekitar 15 menit melewati bagunan-bangunan dengan arsitektur klasik, melewati taman, akhirnya sampailah kami di istana tersebut. Kami hanya bisa foto-foto di luar istana yang megah itu, karena istana tersebut tertutup untuk umum. 

Kami melanjutkan jalan kaki kami menuju museum komik, the Comics Art Museum di Rue de Sables 20. Museum ini dari luar hanya berbentuk ruko-ruko dengan desain klasik, tidak ada penanda yang eye catching. Kami membeli tiket, untuk dewasa seharga 10 Euro dan untuk remaja 7 Euro.  Di museum ini kami melihat sejarah dan perkembangan komik. Ada juga sejarah penulis komik-komik terkenal seperti Asterix, Smurf, Tin-tin, dll. 

Jam 12-an kami keluar dari museum komik dan berjalan kaki ke Manneken pis, yang masih dekat dengan area Grand Place. Manneken pis, patung anak kecil telanjang yang sedang pipis ini sangat  terkenal di seluruh dunia, yang selalu menjadi tempat yang wajib dikunjungi oleh turis yang datang ke Brussel. Patungnya kecil saja, terletak di pojok jalan, di ujung jalan Rue de Chene dan Rue de I’Etuve. Kami geli juga karena kok bisa patung kecil itu menjadi sangat terkenal dan belum lengkap bila turis yang datang ke Brussel belum mampir ke situ. Katanya kalau mau melihat koleksi manneken pis dengan aneka kostum bisa ke Musee de La Ville de Bruxelles, yaitu museum kota Brussels yang di Grand Place. 

Setelah mengambil beberapa foto kami berjalan ke arah Grand Place untuk mencari restoran untuk makan siang. Setelah mengamati banyak restoran, akhirnya kami memilih restoran dengan masakan Korea yang masakannya mirip bihun goreng dan nasi goreng. Harganya pun tidak mahal, hanya 12-15 Euro satu porsinya. Kami duduk di luar restoran yang menyediakan payung dengan meja dan kursinya. Masakannya lumayan enak menurut kami namun porsinya cukup besar dan kami agak kesulitan menghabiskannya. Teman Desty yang orang Prancis pun mengatakan enak. Jam 14.00 kami berpisah, Desty dan temannya harus pergi dan kami juga harus bersiap-siap untuk ke stasiun. 

Setelah check out dari hotel, kami kembali berjuang menyeret koper kami di atas conblok berupa batu-batu granit yang kasar. Untuk kami punya banyak waktu sehingga kami bisa agak santai, bila capek, kami berhenti sejenak. Setelah sampai di stasiun kami segera membeli tiket di mesin tiket untuk ke stasiun Bruxelles Midi atau Bruxelles Zuid. Sesampainya di sana, kami mencari-cari jalur kereta kami, yaitu kereta Thalys yang tiketnya sudah saya beli di Indonesia melalui web Rail Europe. Nomor kereta kami 9360, kami di coach (gerbong) 5 dengan tempat duduk nomor 73 dan 74. Waktu mencari nomor tempat duduk kami agak kebingungan karena tidak melihat nomornya, untuk ada seorang perempuan bule yang baik hati yang menunjukkan pada kami di mana mengecek nomor tempat duduk. Rupanya nomornya disebelah senderan tempat duduk, diantara dua tempat duduk. Kereta Thalys juga sangat nyaman dengan bangku yang empuk dan jok kursi dari beludru yang sangat lembut. Tepat jam 16.50 kereta kami berangkat menuju stasiun Paris Nord.  Perjalanan kami sangat menyenangkan. Di perjalanan petugas datang memeriksa tiket kami. 

Perjalanan kami hanya 1,5 jam. Tidak terasa kami sudah sampai di stasiun Paris Nord. Kami bergegas keluar dari kereta dan mencari bagian informasi untuk menanyakan jalur bila mau naik kereta RER menuju Paris Gare Lyon. Untung saja petugasnya bisa berbahasa Inggris dan memberi tahu bahwa kami harus turun 2 eskalator dan ambil jalur D. 


Kami bergegas mengikuti dan ketika sampai kami membeli tiket di mesin dan begitu kereta datang kami segera naik. Kereta RER sangat padat, kami berdiri di dekat pintu karena tidak bisa bergerak ke dalam karena koper yang kami bawa. Ada ibu-ibu berkulit hitam yang seperti perang mulut dengan seseorang dengan suara yang keras. Kami berdesak-desakan di kereta dan sangat tidak nyaman karena udara yang panas karena banyak orang. Untuk kami tidak lama, hanya berhenti 2 stasiun. Di stasiun ke 3 kami turun dan merasa sangat lega. Namun perasaan itu tidak bisa lama kami nikmati kami harus segera mencari jalur kereta TGV Lyria yang menuju Geneva. Detak jantung saya berpacu dengan cepat karena sangat tegang, sebab waktu kami sangat pendek. Setengah berlari sambil membaca-baca petunjuk, akhirnya menemukan kereta kami. Kereta kami ada di gerbong (coach) 15 dengan seat 065 dan 066. Tidak sampai 5 menit setelah kami duduk, kereta pun berangkat. Sungguh lega dan senang karena kami berhasil. 



Pemandangan di kereta dari Paris menuju Geneva berganti-ganti antara ladang gandum atau ladang anggur yang sangat luas. Saya sungguh kagum dengan negara Prancis ini, tidak hanya maju dalam bidang teknologi, kebudayaan, fashion dan pariwisata, namun juga maju dalam bidang pertanian. Berhektar-hektar ladang gandum dan anggur, saya hanya melihat satu dua traktor yang bekerja. Kereta TGV Lyria juga sangat nyaman, sehingga perjalanan kami yang 3,5 jam tidak terasa lelah.

1 comment:

  1. Blog yang menarik, mengingatkan saya akan Castel Santangelo di Roma, yang juga dijuluki ‘Kue Perkawinan’ oleh penduduk lokal karena bentuknya yang menyerupai kue.
    Saya mencoba menulis blog tentang hal ini, semoga anda juga suka blog di https://stenote-berkata.blogspot.com/2021/11/roma-di-castel-santangelo.html.

    ReplyDelete