Setelah menghabiskan waktu lima hari di Belanda, kami melanjutkankan perjalanan kami ke Brussels, Belgia. Setelah bangun pagi, kami segera
bersiap-siap, sarapan dan melunasi sewa penginapan kami pada Pak Warta. Kami
berjalan kaki dengan menyeret koper kami ke perhentian trem. Perhentian di
dekat Gorstraat, dekat rumah Pak Warta adalah perhentian terakhir, dan tujuan
kami stasiun Central Amsterdam juga perhentian terakhir. Kami naik trem di
sekitar 50 menit. Kami segera mencari jalur kereta internasional. Kami akan
naik kereta IC internasional jam 08.52 yang sudah saya pesan di web Go Euro jauh
hari sebelumnya di Indonesia. Kami bebas memilih gerbong dan tempat duduk yang
kami mau asalkan di kelas 2. Keretanya sangat nyaman, walaupun kelas 2, joknya
empuk dengan kain lapisan beludru yang halus. Waktu petugas memeriksa tiket,
saya tunjukkan print out tiket dan
petugas men-scan barcode-nya.
Sayang sekali, kami tidak bisa
online, simcard yang kami beli di Den Haag tidak berfungsi. Kereta pun tidak
ada wifi. Kami manfaatkan waktu untuk beristirahat dan melihat-lihat
pemandangan di luar kereta dan mengira-ngira dari model-model rumahnya, kami
sudah di Belgia atau masih di Belanda. Jam 12.10 kami tiba di stasiun Bruxelles
Central/Brussels Centraal. Kami keluar dari stasiun dan mengira-ngira arah
hotel kami dengan melihat Google map yang sudah kami captured tadi malam di
rumah Pak Warta. Jalanan keluar dari stasiun sangat tidak bersahabat bagi
pelancong seperti kami. Jalannya berupa con block dari baru granit yang kasar
sehingga koper kami sulit digeret dan terasa berat. Pelan-pelan dengan
mengerahkan kekuatan kami berjalan menyusuri hotel-hotel, pertokoan, restoran
menuju hotel kami. Jalanan sangat ramai dengan wisatawan, banyak juga yang
bawa-bawa koper seperti kami.
Kami cukup bingung mencari lokasi
hotel karena kami tidak online, namun dari capured Google map memberi tahu
bahwa kami hanya perlu berjalan kaki 10 menit ke hotel kami, hotel Matignon
Grand Place, di Rue de la Bourse, dekat dengan Grand Place, pusat keramaian
kota Brussels. Karena sudah waktunya makan siang, dan kami putuskan untuk
mampir dulu ke restoran Mc Donald yang tampak di sebelah kanan kami. Kami masuk
ke restoran dan bahagia sekali karena ternyata Free wifi dan sinyalnya kuat
sekali. Kesempatan mengecek medsos kami, lalu menelepon Papa Syifa di Jakarta
dan mencari hotel kami di google map. Ternyata hotel Matignon Grand Place
sangat dekat, dengan restoran Mc Donald ini, hanya berjalan kaki 50 meter,
diseberang jalan. Kami lega sekali.
Saya sudah reservasi hotel ini
sejak kami di Indonesia melalui Booking.com. Kami check in tepat jam 14.00. Hotel kami di lantai 2, liftnya sedang
tidak berfungsi, sehingga kami harus naik tangga ke lantai 2. Untung ada
petugas hotel yang membantu mengangkat koper kami yang berat. Hotel ini hemat
energy, tangga dan lorongnya gelap, jadi kalau tamu mau lewat harus pencet dulu
tombolnya lalu lampunya menyala dan otomatis mati dalam waktu beberapa menit.
Hotelnya kelihatan cukup tua, desain ruangan dan furniturenya klasik. Kamarnya
cukup nyaman dan dengan bed cover motif bunga-bunga. Saya cukup kaget, ternyata
kamarnya dua lantai, ada mezaninnya. Di lantai 2 itu juga ada tempat tidur
besar. Saya cek lagi bukti pemesanan yang saya print. Saya memang memesan satu kamar tapi ternyata yang double room. Saya akui saya memang
kurang teliti waktu memesan, namun saya tidak menyesal karena kamar dengan double large beds ini termasuk murah. Sayang
sekali wifi di kamar kami tidak terlalu bagus, bila ingin berinternet dengan
cepat, kami harus turun ke lobby. Pemandangan dari jendela kamar kami adalah
gedung Beuers atau disebut juga Bourse de Bruxelles yang merupakan Stock
Exchange Building yang berarsitektur klasik. Sebelum saya tahu itu adalah Stock
Exchange, saya kira itu semacam museum atau gedung kesenian.
Setelah merasa kukup
beristirahat, sekitar jam 5 sore, yang kelihatannya masih seperti jam 2 siang
di Indonesia, kami keluar dari hotel. Kami bermaksud berjalan-jalan ke Grand
Place yang hanya perlu berjalan kaki satu blok, atau sekitar 50 meter dari hotel
Matignon. Di Grand Place orang-orang kelihatan sibuk mempersiapkan suatu acara.
Di sekelilingnya dipasang tribun dengan kursi-kursi, ada satu sisi yang
dipasang panggung. Di tengah-tengah nampak sekumpulan orang yang sedang
berlatih menari. Lalu di beberapa tempat tampak polisi berjaga-jaga. Lalu
tampak juga berseliweran orang-orang yang berpakaian kostum jaman dulu. Kami
hanya berfoto-foto sebentar. Karena ramainya orang dan tribun-tribun serta
panggung, agak sulit mengambil foto yang bagus di Grand Place.
Grand Place
adalah semacam alun-alun kota Brussels, berupa lapangan yang berlantaikan con
block dari batu granit yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan klasik yang
sangat indah. Salah satu sisi adalah bangunan hotel de Ville de Bruxelles yang
juga berfungsi sebagai Bruxelles Town Hall atau Balai Kota Brussels, yang
berasitektur gotik dengan menaranya yang menjulang. Di seberang Bruxelles Town
Hall ada Musee de La Ville de Bruxelles, yaitu museum kota Brussels. Di
sisi-sisinya yang lain berupa café dan restoran namun dengan desain
gedung-gedung yang klasik nan menawan dengan aksen cat emas.
Kami terus
berjalan berkeliling melewati toko-toko dan café-café sampai akhirnya kami
sampai di chatedral St. Michael yang berasitektur Gothic dengan dua menara di
kiri kanannya. Di depan katedral ini terdapat taman dengan pohon-pohon namun
rumput tetap tumbuh hijau dan subur di bawah. Saya agak heran juga kok
rumputnya bisa tumbuh hijau dan hijau padahal pohon-pohonnya rindang. Biasanya
rumput nggak mau tumbuh bila tidak terkena cahaya matahari. Banyak orang yang
duduk-duduk santai di atas rumput di bawah pohon yang rindah tersebut, yang
terasa sejuk karen matahari masih bersinar terik. Kami pun ikut duduk-duduk
menikmati arsitektur katedral dan mengamati suasana di sekitar taman. Saya
lihat tidak banyak mobil yang lewat, namun banyak pejalan kaki yang lalu
lalang. Saya sangat salut dengan pengendara mobil yang sangat menghormati
pejalan kaki. Bila ada pejalan kaki yang menyeberang, mereka otomatis berhenti
mendahulukan pejalan kaki yang menyeberang. Trotoar sangat rapid an bersih,
tidak ada sampah dan polusi sama sekali. Kami mampir ke toko souvenir untuk berbelanja.
Toko-toko souvenir di sini sangat menarik, saya terpesona dengan keindahan
taplak-taplak meja dan bantal-bantal kursi serta hiasan dinding yang dipajang
di etalasi toko. Kami mampir juga melihat-lihat etalase toko di Les Galleries
Royale Saint Huber, yaitu deretan pertokoan dengan desain bangunan klasik nan
indah. Di sini banyak toko-toko yang menjual coklat, boneka-boneka dengan
desain interior yang sangat menarik dan cantik.
Jam 18.00 kami mampir membeli makanan untuk malam dan kembali ke hotel
untuk beristirahat dan berniat untuk keluar lagi di malam hari.
Sekitar satu jam
kami beristirahat, dan saya mendengar suara-suara music dari luar. Saya
melongok ke jendela dan saya lihat ada parade. Kami langsung berganti pakaian
lagi dan keluar hotel menuju Grand Place. Ternyata di belakang gedung Bourse de
Bruxelles, ada parade dari jalan Rue de Tabora menuju jalan Rue du Midi.
Ternyata masyarakat Brussels sedang merayakan Ommegang Festival, di mana
orang-orang Belgia berparade di sekitar Grand Place berpakaian seperti
masyarakat Belgia abad 16, memperingati ketika raja Charles V pertama kali
mengadakan pawai semacam ini di tahun 1549. Ada yang berpakaian seperti anggota
kerajaan, bangsawan, ada yang seperti prajurit dan perwira dengan pedang dan
tombaknya serta kuda-kudanya, ada yang seperti petani, dan lain-lain. Parade
tersebut berakhir di Grand Place. Kostum mereka berwarna-warni dan kelihatan
sangat mewah. Jelas sekali bahwa mereka mempersiapkan kostum mereka dengan
sungguh-sungguh. Peserta parade ini sangat banyak, saya yakin ratusan orang.
Setelah peserta
parade terakhir lewat, kami berjalan
menuju ke Grand Place, ingin melihat acara puncak, namun jalan ke Grand Place
ditutup dan ada banyak sekali orang. Lalu kami menunggu di belakang gedung
Brussels Town Hall melihat peserta parade yang masuk ke Grand Place di jalan Rue
de L’Amigo, di depan hotel Amigo. Tak disangka seorang pemuda Indonesia yang
menyapa kami. Katanya ia mendengar orang berbahasa Indonesia dan tergerak untuk
menyapa. Rupanya ia bekerja di sebuah restoran di pinggiran Belgia yang dekat
perbatasan, Prancis. Ia ada urusan ke kantor imigrasi. Tak sengaja juga ia
datang ke Grand Place dan melihat parade ini. Cukup lama kami mengobrol dan
saya bertanya-tanya tentang Paris. Saya bertanya tentang tiket kereta saya yang
harus berpindah kereta di Paris, dari stasiun Paris Nord ke Paris Gare Lyon. Ia
menyarankan kami untuk naik Metro dan mengatakan bahwa waktu kami sangat
singkat bila tiba di Paris Nord jam 18.23 dan naik kereta lagi di Paris Gare
Lyin jam 19.11. Ia memperingatkan kami untuk bergegas. Dari dia juga saya tahu
bahwa kereta ke Paris bukan dari stasiun Bruxelles Central, tapi dari stasiun
Bruxelles Midi/Bruxelles Zeud.
Keesokan
harinya, hari Kamis, kami berjanji bertemu teman saya orang Indonesia, Desty
yang sedang berlibur ke Prancis, di kota kecil Ronchin, yang dekat dengan
perbatasan Prancis-Belgia. Desty berjanji menjemput saya ke hotel dan mengajak
saya jalan-jalan di Brussels. Jam 8.00 pagi waktu kami sedang sarapan, Desty
sudah datang menjemput kami bersama temannya. Sarapan di hotel ini berupa buffet dengan bermacam-macam roti dan
bermacam-macam keju.
Kami memutuskan
jalan-jalan di tempat-tempat yang dekat yang bisa dicapai dengan berjalan kaki
dari Grand Place, karena jam 16.00 saya sudah harus naik kereta lagi menuju
Geneva, Switzerland. Tujuan pertama kami adalah ke Palais de Bruxelles, yaitu
istana raja Belgia. Kami berjalan sekitar 15 menit melewati bagunan-bangunan
dengan arsitektur klasik, melewati taman, akhirnya sampailah kami di istana
tersebut. Kami hanya bisa foto-foto di luar istana yang megah itu, karena
istana tersebut tertutup untuk umum.
Kami melanjutkan
jalan kaki kami menuju museum komik, the Comics Art Museum di Rue de Sables 20.
Museum ini dari luar hanya berbentuk ruko-ruko dengan desain klasik, tidak ada
penanda yang eye catching. Kami membeli tiket, untuk dewasa seharga 10 Euro dan
untuk remaja 7 Euro. Di museum ini kami
melihat sejarah dan perkembangan komik. Ada juga sejarah penulis komik-komik
terkenal seperti Asterix, Smurf, Tin-tin, dll.
Jam 12-an kami
keluar dari museum komik dan berjalan kaki ke Manneken pis, yang masih dekat
dengan area Grand Place. Manneken pis, patung anak kecil telanjang yang sedang
pipis ini sangat terkenal di seluruh
dunia, yang selalu menjadi tempat yang wajib dikunjungi oleh turis yang datang
ke Brussel. Patungnya kecil saja, terletak di pojok jalan, di ujung jalan Rue
de Chene dan Rue de I’Etuve. Kami geli juga karena kok bisa patung kecil itu
menjadi sangat terkenal dan belum lengkap bila turis yang datang ke Brussel
belum mampir ke situ. Katanya kalau mau melihat koleksi manneken pis dengan
aneka kostum bisa ke Musee de La Ville de Bruxelles, yaitu museum kota Brussels
yang di Grand Place.
Setelah
mengambil beberapa foto kami berjalan ke arah Grand Place untuk mencari
restoran untuk makan siang. Setelah mengamati banyak restoran, akhirnya kami
memilih restoran dengan masakan Korea yang masakannya mirip bihun goreng dan
nasi goreng. Harganya pun tidak mahal, hanya 12-15 Euro satu porsinya. Kami
duduk di luar restoran yang menyediakan payung dengan meja dan kursinya. Masakannya
lumayan enak menurut kami namun porsinya cukup besar dan kami agak kesulitan
menghabiskannya. Teman Desty yang orang Prancis pun mengatakan enak. Jam 14.00
kami berpisah, Desty dan temannya harus pergi dan kami juga harus bersiap-siap
untuk ke stasiun.
Setelah check out dari hotel, kami kembali berjuang menyeret koper kami di
atas conblok berupa batu-batu granit yang kasar. Untuk kami punya banyak waktu
sehingga kami bisa agak santai, bila capek, kami berhenti sejenak. Setelah
sampai di stasiun kami segera membeli tiket di mesin tiket untuk ke stasiun
Bruxelles Midi atau Bruxelles Zuid. Sesampainya di sana, kami mencari-cari
jalur kereta kami, yaitu kereta Thalys yang tiketnya sudah saya beli di
Indonesia melalui web Rail Europe. Nomor kereta kami 9360, kami di coach
(gerbong) 5 dengan tempat duduk nomor 73 dan 74. Waktu mencari nomor tempat
duduk kami agak kebingungan karena tidak melihat nomornya, untuk ada seorang
perempuan bule yang baik hati yang menunjukkan pada kami di mana mengecek nomor
tempat duduk. Rupanya nomornya disebelah senderan tempat duduk, diantara dua
tempat duduk. Kereta Thalys juga sangat nyaman dengan bangku yang empuk dan jok
kursi dari beludru yang sangat lembut. Tepat jam 16.50 kereta kami berangkat
menuju stasiun Paris Nord. Perjalanan
kami sangat menyenangkan. Di perjalanan petugas datang memeriksa tiket kami.
Perjalanan kami hanya 1,5 jam.
Tidak terasa kami sudah sampai di stasiun Paris Nord. Kami bergegas keluar dari
kereta dan mencari bagian informasi untuk menanyakan jalur bila mau naik kereta
RER menuju Paris Gare Lyon. Untung saja petugasnya bisa berbahasa Inggris dan
memberi tahu bahwa kami harus turun 2 eskalator dan ambil jalur D.
Kami bergegas mengikuti dan
ketika sampai kami membeli tiket di mesin dan begitu kereta datang kami segera
naik. Kereta RER sangat padat, kami berdiri di dekat pintu karena tidak bisa
bergerak ke dalam karena koper yang kami bawa. Ada ibu-ibu berkulit hitam yang
seperti perang mulut dengan seseorang dengan suara yang keras. Kami
berdesak-desakan di kereta dan sangat tidak nyaman karena udara yang panas
karena banyak orang. Untuk kami tidak lama, hanya berhenti 2 stasiun. Di
stasiun ke 3 kami turun dan merasa sangat lega. Namun perasaan itu tidak bisa
lama kami nikmati kami harus segera mencari jalur kereta TGV Lyria yang menuju
Geneva. Detak jantung saya berpacu dengan cepat karena sangat tegang, sebab
waktu kami sangat pendek. Setengah berlari sambil membaca-baca petunjuk,
akhirnya menemukan kereta kami. Kereta kami ada di gerbong (coach) 15 dengan
seat 065 dan 066. Tidak sampai 5 menit setelah kami duduk, kereta pun
berangkat. Sungguh lega dan senang karena kami berhasil.
Pemandangan di kereta dari Paris
menuju Geneva berganti-ganti antara ladang gandum atau ladang anggur yang
sangat luas. Saya sungguh kagum dengan negara Prancis ini, tidak hanya maju
dalam bidang teknologi, kebudayaan, fashion dan pariwisata, namun juga maju
dalam bidang pertanian. Berhektar-hektar ladang gandum dan anggur, saya hanya
melihat satu dua traktor yang bekerja. Kereta TGV Lyria juga sangat nyaman,
sehingga perjalanan kami yang 3,5 jam tidak terasa lelah.
Blog yang menarik, mengingatkan saya akan Castel Santangelo di Roma, yang juga dijuluki ‘Kue Perkawinan’ oleh penduduk lokal karena bentuknya yang menyerupai kue.
ReplyDeleteSaya mencoba menulis blog tentang hal ini, semoga anda juga suka blog di https://stenote-berkata.blogspot.com/2021/11/roma-di-castel-santangelo.html.