Hari ke 4 Jalan-jalan di Melbourne
Hari keempat kami berkunjung ke
St Lawrence Primary School, di Derrimut, tempat Bu Etty dan Bu Ningsih menjadi
assistance teacher for Bahasa Indonesia. Sekolah ini menetapkan Bahasa
Indonesia sebagai foreign language yang dipelajari siswa. Program mereka adalah
belajar bahasa Indonesia melalui seni. Sekolah ini akan menjadi sister school
dari Sekolah Alam Cikeas. Enam bulan sebelumnya, guru seninya, Bu Elissa sudah
berkunjung ke Sekolah Alam Cikeas.
Kami berangkat jam 7 pagi, lalu
berjalan kaki ke Flinders Station, naik kereta dan disambung dengan bis untuk
sampai di Derrimut. Kami tiba di sekolah itu sebelum jam 08.30. Kami dibawa ke
ruang guru dan disambut oleh Ibu Julie, kepala sekolahnya yang sangat
karismatik dengan ramah. Ruang guru sangat luas, di sebelah kiri pintu ada
panty tempat guru-guru membuat the/kopi, ada microwave, mesin cuci piring. Bu Elissa
member kami susunan kegiatan kami hari itu di St Lawrence. Kami minum teh
sebentar, lalu kami diajak berkeliling sekolah melihat-lihat ruangan kelas. Lalu ke kelas prep, yaitu
kelas persiapan sebelum ke kelas satu, mengamati mereka belajar. Prosesnya sama
dengan kebiasaan di Sekolah Alam Cikeas, pada saat mereka membahas suatu topic,
guru duduk di bangku yang agak tinggi, siswa berkumpul duduk di lantai
menghadap ke guru. Pada saat mereka mengerjakan tugas, mereka berkelompok ke
mejanya kelompoknya masing-masing.
Pada jam 09.30, istirahat
pertama, semua guru dan kepala sekolah kembali berkumpul di ruang guru dan
mengadakan penyambutan secara resmi kepada kami. Sudah terhidang kue-kue di
meja pantry. Ibu Julie kepala sekolah memberi sambutan singkat dan
memperkenalkan kami pada semua guru, memberi kami bingkisan yang isinya
buku-buku. Pada kesempatan itu kami juga menyerahkan bingkisan kenang-kenangan
yang kami bawa dari Indonesia.
Setelah selesai istirahat pertama
kami bertemu dengan kelas 4, kelas 6 dan penanggung jawab lingkungan. Kelas 4
dan 6 mewawancarai kami dalam bahasa Indonesia. Penanggung jawab lingkungan,
yaitu Ibu Maria yang juga pustakawati, bersama tiga siswa, membawa kami
berkeliling melihat tanaman yang sudah mereka tanam dan kompos yang mereka
buat. Ibu Maria mendapatkan tanaman dan pupuk dari perusahaan-perusahaan
produsen tanaman dan kompos. Ibu Maria mengirim mereka surat permohonan dan
mereka memberi tanaman dan pupuk dengan gratis. Tanaman yang dipilih untuk
ditanam adalah tanaman asli Australia yang tidak perlu perawatan sama sekali.
Jam 12.30 guru-guru kembali
berkumpul di ruang guru untuk makan siang. Namun ada dua guru yang bertugas
piket menjaga anak-anak yang bermain, mereka akan beristirahat makan siang
setelah ada dua guru yang istirahatnya
lebih singkat, yang akan menggantikan mereka.
Setelah makan siang kami
berdiskusi dengan penanggung jawab IT di sekolah tersebut yang menjelaskan
tentang aplikasi yang mereka gunakan untuk alat bantu para siswa belajar dan
sebagai alat komunikasi guru, siswa dan orang tua. Setiap siswa di sekolah itu
menggunakan tablet. Kelas 4,5,6 tiap siswa mendapat tablet, namun kelas prep,
1,2 dan 3 mendapat satu tablet untuk sekelompok anak.
Jadwal kami selanjutnya adalah
mengunjungi perpustakaan. Ibu Maria, pustakawatinya tampak sibuk melayani
anak-anak. Kami melihat-lihat sebentar, namun tak lama kemudian Ibu Julie,
kepala sekolah mendatangi kami di perpustakaan dan menanyakan pada kami kami
apakah kami ingin berbincang-bincang dengan Ibu Julie. Kami putuskan untuk
menyudahi kunjungan kami ke perpustakaan dan berjalan menuju kantor kepala
sekolah untuk berbincang-bincang dengan Ibu Julie. Ibu Julie sangat baik bersedia menjelaskan
bagaimana caranya mengelola sekolah ini dan berbicara agak perlahan karena
menyadari kami bukan penutur asli bahasa Inggris. Tak terasa kami sudah
berbincang-bincang dengan Ibu Julie selama 1,5 jam dan waktu sudah menunjukkan jam
15.30. Sudah waktunya kami pulang, kebetulan Ibu Julie juga harus menemui tamu,
dan guru-guru juga ada rapat.
Ibu Ningsih mengajak kami mampir
ke rumahnya langsung dari sekolah. Dengan mobil Bu Ningsih kami menuju
rumahnya. Lalu Bu Ningsih mengajak kami untuk mampir ke K-Mart, super market
atau tempat belanja yang relatif murah di Australia. Setelah belanja beberapa
baju hangat dan mainan untuk oleh –oleh bagi Sekolah Alam Cikeas, kami lanjut
ke rumah Bu Ningsih. Hari sudah gelap pada saat kami tiba. Bu Ningsih ada
penggiat dan pelestari budaya dan kesenian Indonesia di Melbourne. Interior
rumahnya dipenuhi oleh barang-barang kerajian dari Indonesia, bahkan kursi
ruang tamu dan ruang makannya berupa kursi kayu dengan ukiran khas Indonesia.
Di rumahnya Bu Ningsih melatih anak-anak menari dan bermain musik tradisional
Indonesia pada setiap hari Sabtu. Mereka tampil di depan publik saat ada
festival-festival atau acara di kedutaan Indonesia.
Bu Ningsih menghidangkan kami lamb chop goreng dan daging kangguru
yang juga digoreng. Kami makan dengan rebusan sayur dan sambel. Rasanya seperti
berada di Indonesia.
No comments:
Post a Comment