Saturday, August 27, 2016

Jalan-jalan ke Melbourne: Day 1



Hari Keberangkatan Dan Hari Pertama di Melbourne

Kami  berangkat dari rumah masing-masing menggunakan bis ke bandara, kami berjanji bertemu di bandara Sukarno Hatta jam 13.00 karena penerbangan kami jam 15.10. Sebelum jam 12.00 saya sudah sampai di Bandara, saya langsung makan siang di salah satu restoran fast food. Tak lama kemudian Pak Pungky menyusul. Setelah bergantian sholat Dzuhur yang sekalian dijamak dengan Ashar, kami langsung menuju gate keberangkatan. Kami transit di bandara Changi, Singapura selama 3 jam yang kami manfaatkan untuk makan malam, sholat Magrib-Isya dan foto-foto di tempat yang menarik di bandara Changi. 




Jam 09.00 waktu Singapura, pesawat kami terbang menuju Melbourne. Setelah kurang lebih 7 jam penerbangan kami mendarat di Bandara Tullamarine jam 06.30 waktu setempat. Waktu Melbourne 2 jam lebih awal dari waktu Singapura dan 3 jam lebih awal dari Waktu Indonesia Barat. 

Kami sedikit deg-degan waktu di Immigrasi karena kami lumayan banyak membawa makanan, membawa obat-obatan karena Pak Pungky terkena batuk dan flu sebelum berangkat dan juga obat-obatan untuk Bu Etty yang juga baru terkena flu, serta patung-patung kayu sebagai oleh-oleh. Sebelumnya kami sudah dapat informasi bahwa sebaiknya tidak membawa makanan yang terbuat dari daging atau ikan. Tapi semuanya berjalan dengan baik, kami melewati imigrasi dengan lancar. Di bandara kami putuskan untuk sarapan dulu di bandara. Kami sarapan di Vila café dan memesan roti dan minuman hangat. Dinginnya udara Melbourne sudah mulai terasa. 

Sebenarnya ada transportasi umum untuk ke pusat kota Melbourne yang biasa disebut City, yaitu Sky Bus yang tarifnya AUD 18 per orang. Tapi agar lebih mudah kami memutuskan untuk naik taxi saja ke rumah Bu Etty tempat kami menginap. Kami membayar sekitar 65 dolar Australia untuk sampai di Kavanagh Street, tempat tinggal Bu Etty.  

Udara Melbourne terasa sangat dingin di akhir bulan Mei. Kami langsung membuat minuman hangat, minuman jahe yang kami bawa dari Jakarta. Pak Kholid, kepala Sekolah SMP Sekolah Alam Cikeas yang baru pulang dari Jepang yang mengingatkan saya untuk membawa minuman jahe sachet untuk penghilang dingin. Setelah minum dan makan sedikit, kami beristirahat dulu, karena kami berencana untuk keluar untuk makan siang. 


Jam 12 siang kami keluar dari rumah Bu Etty yang hanya berjarak 100 meter dari Art Center Melbourne menuju Flinder Station. Kami masuk dari pintu belakang Art Center dan dan keluar dari pintu depannya, dan tiba-tiba sudah sampai di jembatan yang membelah sungai Yarra. Kami berjalan ke Flinder Station dan menuju booth yang menjual kartu MYKI, kartu yang akan kami gunakan sabagai alat bayar transportasi, yaitu trem dan kereta di kota Melbourne. Karena kami akan menghabiskan waktu selama seminggu di Melbourne, kami membeli kartu yang masa pakainya 7 hari seharga AUD 39. 




Dari Flinders Station kami menyeberang ke Visitor Center yang berlokasi di halaman Federation Square. Kami menuruni tangga ke basement, dan terdapat ratusan macam brosur. Saya pikir Melbourne adalah kota yang paling banyak memiliki brosur. Saya pilih-pilih brosur yang kira-kira menarik dan peta kota Melbourne. Ada juga petugas yang siap menjawab kalau kita mau bertanya. 

 

Setelah merasa cukup mendapatkan brosur yang menurut kami berguna, kami menyeberangi Flinders Street menuju ke Swanston Street. Di pojok antara Flinders Street dan Swanston Street terdapat St Paul Catedral. Dari depan katedral ini kami berfoto dengan latar belakang Flinders Station yang desain fasadnya desain Victoria dan cat warna peach.  Lalu kami lanjutkan berjalan kaki di sepanjang Swanston Street, sampai kami bertemu restoran Indonesia, Nelayan. Kami makan siang di Nelayan yang porsinya sangat besar. Ada berbagai macam makanan khas Indonesia, saya pilih menu sambal goreng hati, capcai dan rendang. Di pojong ruangan tersedia meja dengan gelas yang sudah dan teko air panas, yang disediakan gratis untuk pengunjung. Kami juga membungkus lauk untuk makan malam.

Selesai makan kami menyusuri lagi Swanston Street menuju ke State Library of Victoria. Arsitektur perpustakaan ini juga bergaya Victoria. Di halamannya ramai orang melakukan berbagai aktifitas. Ada sekelompok orang yang berjoget-joget dengan musik yang mereka dengarkan melalui earphone. Lalu ada lagi sekelompok orang keturunan Vietnam yang sedang berunjuk rasa dengan menyanyikan lagu-lagu Vietnam. Mereka memprotes China agar berhenti meracuni laut Vietnam. Ada juga orang yang hanya duduk-duduk mengobrol, memperhatikan tingkah laku burung-burung merpati yang jinak, ada juga yang sedang bermain catur raksasa yang ada di dekat pintu masuk perpustakaan. Ada dua catur raksasa di depan pintu masuk yang papannya merupakan lantai tembok di halaman yang dicat hitam dan putih. Banyak juga orang yang berdiri menonton permainan catur tersebut. 


Kami masuk ke perpustakaan. Yang menarik bagi saya di lantai satu adalah display di dinding dengan tulisan “What is your story”, yang mengajak para pengunjung untuk menulis cerita di kertas yang tersedia untuk menjadi koleksi perputakaan. Lalu kami ke lantai 5 melihat pameran. Pemandangan dari lantai 5 ke area tengah di lantai 1 sungguh menakjupkan. Ruangan lantai bawah Nampak dengan bentuk segi delapan, dan kursi dan meja tempat orang membaca buku disusun dari tengah ke delapan sudut. 



Setelah puas berkeliling kami turun, dan kami lihat di halaman komunitas Vietnam tadi, yang berjumlah sekitar 20 orang berunjuk rasa dengan tiduran di halaman memegang beberapa poster. Ada seorang wartawan yang meliput mereka. Setelah duduk-duduk sebentar di halaman, menjelang magrib kami naik trem ke Flinders Station, lalu berjalan kaki melewati Art Center ke Kavanagh Street, rumah Bu Etty. 


Malam harinya saya sangat kedinginan, untung saja Bu Etty sangat baik hati dan meminjamkan celana panjang dan sweater yang hangat yang terbuat dari woll. Celana panjang dan baju lengan panjang yang saya bawa dari Indonesia tidak mampu melawan dinginnya Melbourne. Walaupun kami datang di akhir musim gugur, belum masuk musim dingin, namun bagi saya yang biasa tinggal di daerah panas, merasakan udara Melbourne sangat dingin. Saya selalu minum air panas untuk menghangatkan badan.

No comments:

Post a Comment